BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dunia anak merupakan dunia imajinasi dimana luang waktu yang ada diwarnai dengan beragam aktifitas permainan dan khayalan. Mereka baru mulai untuk mengenal lingkungan disekitarnya, mereka mulai belajar untuk mengetahui bahkan bagi anak yang cerdas pun akan banyak timbul pertanyaan unik dikarenakan kuriositasnya yang begitu tinggi yang terkadang orang dewasa pun sulit untuk menjawabnya.
Sebagai salah satu investasi terbesar bagi setiap orang tua, seorang anak diharapkan dapat menikmati masa kecilnya yang penuh canda dan tawa, kebahagiaan dalam permainan yang tentunya memiliki nilai-nilai edukatif, kreatif dan inovatif. Dengan suasana yang demikian perkembangan pada anak dapat memberikan kontribusi yang lebih positif dan lebih membekas.
Pendidikan yang dipandang sebagai salah satu aspek yang memiliki peranan pokok dalam membentuk generasi masa mendatang, merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dengan dilaksanakannya proses pendidikan secara profesional, figur manusia yang berkualitas dan bertanggung jawab serta mampu dalam mengantisipasi perkembangan di masa depan benar-benar dapat diwujudkan dari kader-kader bangsa di negara kita ini.
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 bahwa
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut, maka kita tidak dapat bertumpu pada program persekolahan, yang semata-mata hanya mengandalkan pada kegiatan kurikuler atau proses belajar mengajar di dalam kelas saja, melainkan juga harus lebih dari itu, yaitu program kegiatan persekolahan diperkaya dengan adanya pembinaan kesiswaan melalui kegiatan ekstrakurikuler yang bertujuan untuk memperdalam dan memperluas pengetahuan siswa, memperkenalkan hubungan antar berbagai mata pelajaran, mengembangkan potensi yang dimiliki siswa, menyalurkan minat dan bakat serta melengkapi upaya untuk pembinaan manusia seutuhnya.
Adapun tujuan pembinaan kesiswaan menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 Bab I pasal 1:
“Tujuan pembinaan kesiswaan :
a. Mengembangkan potensi siswa secara optimal dan terpadu yang meliputi bakat, minat, dan kreativitas;
b. Memantapkan kepribadian siswa untuk mewujudkan ketahanan sekolah sebagai lingkungan pendidikan sehingga terhindar dari usaha dan pengaruh negatif dan bertentangan dengan tujuan pendidikan;
c. Mengaktualisasikan potensi siswa dalam pencapaian prestasi unggulan sesuai bakat dan minat;
d. Menyiapkan siswa agar menjadi warga masyarakat yang berakhlak mulia, demokratis, menghormati hak-hak asasi manusia dalam rangka mewujudkan masyarakat madani (civil society).”
Pasal 2 menyebutkan:
“Sasaran pembinaan kesiswaan meliputi siswa taman kanak-kanak (TK), taman kanak-kanak luar biasa (TKLB), sekolah dasar (SD), sekolah dasar luar biasa (SDLB), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah pertama luar biasa (SMPLB), sekolah menengah atas (SMA), sekolah menengah atas luar biasa (SMALB), dan sekolah menengah kejuruan (SMK)”.
Tentang media dan materi pembinaan ada disebutkan pada pasal 3:
“Pembinaan kesiswaan dilaksanakan melalui kegiatan ekstrakurikuler dan kokurikuler; Materi pembinaan kesiswaan meliputi :
a. Keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
b. Budi pekerti luhur atau akhlak mulia;
c. Kepribadian unggul, wawasan kebangsaan, dan bela negara;
d. Prestasi akademik, seni, dan/atau olahraga sesuai bakat dan minat;
e. Demokrasi, hak asasi manusia, pendidikan politik, lingkungan hidup, kepekaan dan toleransi sosial dalam konteks masyarakat plural;
f. Kreativitas, keterampilan, dan kewirausahaan;
g. Kualitas jasmani, kesehatan, dan gizi berbasis sumber gizi yang terdiversifikasi ;
h. Sastra dan budaya;
i. Teknologi informasi dan komunikasi;
j. Komunikasi dalam bahasa Inggris.”
Pada Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 39 Tahun 2008 Tanggal 22 Juli 2008 tentang Materi Pembinaan Kesiswaan perihal Kepribadian unggul, wawasan kebangsaan, dan bela negara, berisi
“antara lain:
a Melaksanakan upacara bendera pada hari senin dan/atau hari sabtu, serta hari-hari besar nasional;
b Menyanyikan lagu-lagu nasional (Mars dan Hymne);
c Melaksanakan kegiatan kepramukaan;
d Mengunjungi dan mempelajari tempat-tempat bernilai sejarah;
e Mempelajari dan meneruskan nilai-nilai luhur, kepeloporan, dan semangat perjuangan para pahlawan;
f Melaksanakan kegiatan bela negara;
g Menjaga dan menghormati simbol-simbol dan lambang-lambang negara;
h Melakukan pertukaran siswa antar daerah dan antar negara.”
Perihal kegiatan kepramukaan Presiden Republik Indonesia telah mengeluarkan keputusan Nomor: 24 Tahun 2009 Tanggal: 15 September 2009 tentang Anggaran Dasar Gerakan Pramuka. Sedang Kwartir Nasional Gerakan Pramuka mengeluarkan keputusan Nomor 203 Tahun 2009 tentang Anggaran Rumah Tangga Gerakan Pramuka. Dan DPR RI juga telah mengesahkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka. Jadi posisi Gerakan Pramuka sudah sangat kuat dan eksis.
Namun demikian, dalam perkembangannya, keberadaan Gerakan Pramuka yang didirikan untuk waktu yang tidak ditentukan dan ditetapkan dengan keputusan Presiden Republik Indonesia, nomor 238 tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961 sebagai kelanjutan dan pembaharuan dari Gerakan Kepanduan Nasional Indonesia, ternyata masih saja ada diantara para pengelola pelaksana pendidikan, orang tua siswa, siswa itu sendiri dan juga masyarakat yang masih belum memahami arti dan urgensi dari peranan Gerakan Pramuka dalam rangka membina peserta didiknya, agar mempunyai rasa solidaritas dan kesetiakawananyang tinggi. Diantara mereka masih saja ada yang beranggapan, bahwa Gerakan Pramuka ini adalah organisasi yang suka berhura-hura, karena sering mengadakan kegiatan berkemah dan tidak membawa dampak yang positif bagi perkembangan peserta didiknya. Gerakan Pramuka diidentikkan dengan nyanyi-nyanyi, bermain dan tepuk tangan.
Terkait pada kepramukaan, dunia anak identik dengan dunia siaga yang mana dalam satuan ini beranggotakan anak-anak berusia 7 sampai 10 tahun, dan jika dilihat dari tingkat sekolahnya, terdapat pada SD (Sekolah Dasar) kelas 1 sampai kelas 4. Untuk itu pada setiap Gugus Depan yang aktif pastilah terdapat pengajar pramuka yang biasa disebut pembina. Bagi pembina siaga biasanya dipanggil oleh anggotanya Yahnda bila pria dan Bunda bila wanita.
Pada setiap pembelajaran ataupun pendidikan tentulah membutuhkan sebuah proses dan metode yang menunjang guna hasil yang diharapkan, dengan demikian dari sekelumit proses yang ada tentu pula akan menghadapi polemik problematika yang perlu dihadapi dan dipecahkan bersama. Begitu pula problematika membina dalam dunia siaga menuntut setiap pembina untuk memiliki sikap profesionalitas. Dari sikap profesionalitas inilah seorang pembina siaga dituntut untuk memasuki dunia mereka dengan mengetahui jenjang psikis anak di usia siaga, dengan demikian mempermudah pembina dalam menangani setiap problematika yang ada.
Dari paparan diatas penulis sengaja ingin mengulas tentang Mengatasi Problematika Membina dalam Dunia Siaga dan yang perlu diketahui disini adalah karakter apa yang ada di usia siaga, bagaimana sikap pembina yang baik dalam menghadapi dunia siaga dan problematika apa yang akan dihadapi oleh setiap pembina siaga.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, terdapat masalah-masalah antara lain:
1. Masih ada diantara para pengelola pelaksana pendidikan, orang tua siswa, siswa itu sendiri dan juga masyarakat yang masih belum memahami arti dan urgensi dari peranan Gerakan Pramuka
2. Masih ada yang beranggapan, bahwa Gerakan Pramuka itu adalah organisasi yang suka berhura-hura, karena sering mengadakan kegiatan berkemah dan tidak membawa dampak yang positif bagi perkembangan peserta didiknya.
3. Polemik problematika yang perlu dihadapi dan dipecahkan bersama dalam membina siaga.
4. Sikap profesionalitas seorang Pembina Pramuka Siaga yang diperlukan untuk mengatasi masalah atau problematika dalam membina Pramuka Siaga.
C. Pembatasan Masalah
Karena keterbatasan waktu dan kemampuan kami maka dalam penulisan karya ilmiah ini kami batasi pada masalah sikap profesionalitas Pembina Siaga dalam mengatasi problematika dalam membina Pramuka Siaga di Gudep SD Negeri 2 Borokulon, Kwartir Ranting Banyuurip, Kwarcab Purworejo.
D. Rumusan Masalah
Masalah adalah perbedaan antara yang seharusnya ada dengan yang senyatanya. Masalah harus dipecahkan dengan proses. Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah di atas dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut:
“Bagaimanakah sikap profesionalitas seorang Pembina Siaga dalam mengatasi problematika dalam membina Pramuka Siaga di Gudep SD Negeri 2 Borokulon, Kwartir Ranting Banyuurip, Kwarcab Purworejo?”
E. Tujuan Penulisan Karya Ilmiah
Penulisan karya ilmiah dengan tujuan:
1. Teoritis.
a Hasil penulisan ini diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran untuk meningkatkan kualitas Pramuka.
b Hasil penulisan ini diharapkan dapat meningkatkan efektifitas pelaksanaa pendidikan kepramukaan.
2. Praktis
a Memenuhi tugas Kursus Pembina Mahir Tingkat Lanjutan.
b Melengkapi untuk mendapatkan sertifikat, pita, dan selendang Pramuka Mahir Tingkat Lanjutan.
c Memperluas pengetahuan Pembina tentang kepramukaan sesuai dengan golongan yang dilatihnya.
BAB II
METODOLOGI PENULISAN
A. Pengertian Metodologi
Metodologi penulisan karya ilmiah dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1. Metodologi penelitian untuk memperoleh data; dan
2. Metodologi analisa data untuk mengolah atau menganalisa data yang telah diperoleh sebagi hasil penelitian.
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Menurut Sugiyono (2004: 2) cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Masih menurut Sugiyono (2004: 8) ada 2 pendekatan dalam penelitian, yaitu:
1. Pendekatan kuantitatif
Data penelitian berujud angka-angka dan analisis menggunakan statistik. Penelitian pada umumnya dilakukan pada populasi atau sampel tertentu yang representatif. Proses penelitian bersifat deduktif, dimana untuk menjawab rumusan masalah digunakan konsep atau teori sehingga dapat dirumuskan hipotesis. Hipotesis selanjutnya diuji melalui pengumpulan data lapangan.
2. Pendekatan kualitatif
Metode ini sering disebut metode naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah. Datanya deskriptif kualitatif. Analisisnya bersifat induktif mencari pola, model, tema, dan teori.
Metode analisis data yaitu cara yang dipergunakan untuk menganalisis data yang telah dikumpulkan guna menguji atau membuktikan kebenaran hipotesis atau menjawab pertanyaan yang telah yang telah dikemukakan. Setelah langkah pengumpulan data selesai, data yang telah dikumpulkan akan dianalisis, sebab analisis data sangat erat hubungannya dengan proses suatu kesimpulan penelitian. Analisa suatu data adalah merupakan kelanjutan dari pengumpulan data karena data yang telah terkumpul akan mempunyai arti dalam suatu penelitian apabila data yang diperoleh telah dianalisis. Pada hakikatnya bahwa metode analisis data ada 2 macam yaitu :
1. Analisis data statistik
Yang dimaksud dengan data statistik adalah analisis data yang digunakan untuk menganalisis data gejala fisik yang bersifat kuantitatif yang selanjutnya data kuantitatif itu untuk membuktikan hipotesa dengan kenyataan dalam bentuk angka.
2. Analisis data nonstatistik
Yang dimaksud nonstatistik adalah gejala-gejala yang bersifat kompleks. Analisis data nonstatistik ini berdasarkan pada gejala-gejala peristiwa kejadian tersebut bersifat kualitatif.
B. Metodologi yang Digunakan
Penggunaan metode tentunya harus menyesuaikan dengan variabel dan sifat data yang ada. Dalam penulisan karya ilmiah ini penulis menggunakan metode:
1. Untuk pengumpulan data digunakan pendekatan kualitatif dengan metode
a. Pengamatan
b. Interview nonformal
c. Studi Kepustakaan
2. Sedangkan untuk menganalisa data digunakan metode analisis data nonstatitik.
BAB III
PEMBAHASAN
Sebagaimana telah penulis kutipkan pada Bab I nomor A perihal Latar Belakang tentang tujuan pembinaan kesiswaan menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasinal Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 Bab I pasal 1:
a. Mengembangkan potensi siswa secara optimal dan terpadu yang meliputi bakat, minat, dan kreativitas;
b. Memantapkan kepribadian siswa untuk mewujudkan ketahanan sekolah sebagai lingkungan pendidikan sehingga terhindar dari usaha dan pengaruh negatif dan bertentangan dengan tujuan pendidikan;
c. Mengaktualisasikan potensi siswa dalam pencapaian prestasi unggulan sesuai bakat dan minat;
d. Menyiapkan siswa agar menjadi warga masyarakat yang berakhlak mulia, demokratis, menghormati hak-hak asasi manusia dalam rangka mewujudkan masyarakat madani (civil society).
Kalau kita simak “cita dan karsa” dari pengertian tersebut di atas, maka:
1. Membina itu targetnya (object) adalah manusia
2. Membina itu adalah upaya pendidikan, upaya peningkatan, upaya improvisasi, upaya memajukan.
3. Membina itu dilaksanakan baik formal, non formal bahkan informal (khususnya untuk orang dewasa) secara sadar, berencana, terarah, teratur dan bertanggungjawab.
4. Membina sebagai proses upaya pendidikan berisi kegiatan memperkenalkan, menumbuhkan, membimbing dan mengembangkan:
a. Suatu dasar kepribadian yang seimbang, utuh dan selaras
b. Pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan bakat
c. Kecenderungan/keinginan serta kemampuan-kemampuan
d. Yang kesemuanya itu (a, b, c) merupakan bekal dalam hidup dan kehidupan manusia yang dibina itu.
Terkait pada membina Pramuka, maka seorang pembina pramuka perlu mengetahui faktor-faktor yang menentukan berhasilnya pembinaan sebagai upaya pendidikan. Faktor-faktor itu adalah:
1. Faktor dasar pembinaan, sebagai pelaksanaan upaya pendidikan kepramukaan, adalah Pancasila dasar filsafat bangsa Indonesia.
2. Factor tujuan pembinaan, sebagai pelaksanaan upaya pendidikan kepramukaan, sesuai dengan Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, adalah mendidik anak-anak dan pemuda Indonesia dengan prinsip-prinsip dasar metodik pendidikan kepanduan yang pelaksanaannya diserasikan dengan keadaan, kepentingan dari bangsa dan masyarakat Indonesia.
3. Factor sasaran pembinaan, sasaran yang ingin dicapai dengan pendidikan kepramukaan adalah:
a. Kuat keyakinan beragamanya
b. Tinggi mental dan moralnya serta berjiwa Pancasila
c. Sehat, segar dan kuat jasmaninya
d. Cerdas, tangkas dan trampil
e. Berpengetahuan luas dan dalam
f. Berjiwa kepemimpinan dan patriot
g. Berkesadaran nasional dan peka terhadap perubahan lingkungan
h. Berpengalaman banyak.
Membina Siaga berarti mendalami dunia siaga, dunia anak yang perlu diterjuni baik secara psikis maupun pendekatan lainnya untuk itu perlu dikenal dasar kodrati dan didaktis, pertumbuhan dan perkembangannya dalam rangka membantu anak memperoleh perkembangan sumber daya manusia yang optimal. Dengan demikian selayaknya hubungan yang terjadi antara peserta didik dan pembinanya adalah hubungan kemitraan yang bersifat edukatif.
A. Peserta Didik (Siaga)
Perkembangan kejiwaan anak usia siaga perlu dihayati dengan mengenal dan memahami sifat, karakternya baik yang positif maupun yang negatif. Disamping itu ciri-ciri anak usia siaga yang perlu diperhatikan dalam pertumbuhan dan perkembangan antara lain:
1. Jasmani: aktif bergerak, belum dapat menguasai diri, keseimbangan motorik masih perlu dilatih.
2. Rohani: pancainderanya merupakan alat penemu khayalan dan fantasinya besar, ingin menemukan yang baru,
3. Social: berpusat pada diri sendiri, belum menemukan “akunya”, suka meniru walaupun ramai-ramai dan sebagainya.
Dalam membina siaga perlu dipahami bahwa seorang anak sepanjang hayatnya akan mengalami berbagai perubahan dan pengembangan diri sehingga menjadi seorang dewasa yang berciri khas. Seorang anak bukan dewasa yang berbentuk mini, dan sebaliknya juga tidak dapat dikatakan bahwa manusia dewasa merupakan anak dalam bentuk dan ukuran besar. Jadi dapat dikatakan bahwa membina siaga bukan berarti membina “Penggalang kecil”.
Selain berorientasi kepada sifat dan ciri anak usia siaga, dalam merencanakan kepramukaan bagi pramuka siaga perlu dipahami aspirasi dan kebutuhannya, situasi dan kondisi serta materi atau kegiatannya.
1. Aspirasi peserta didik harus dapat digali dan ditemukan untuk dijadikan sumber kegiatan dan latihan yang menarik, caranya antara lain:
a secara formal: interview, forum terbuka, pertemuan, musyawarah dan lainnya.
b secara informal: pengamatan, pergaulan baik didalam maupun diluar latihan, keluhan dan lain-lain.
2. Kebutuhan bagi anak usia siaga terkadang belum dapat dirasakan apalagi diungkapkan. Biasanya aspirasilah yang dianggap kebutuhan yang sebenarnya, sedang itu bukan maksudnya. Bahayanya adalah jika orang dewasa mengidentifikasikan kebutuhan orang dewasa sama dengan kebutuhan anak.
3. Situasi dan kondisi peserta didik maupun lingkungannya sangat mempengaruhi proses pendidikan. Lingkungan juga ikut menentukan cepat lambatnya proses kegiatan, selain itu visualisasi juga menjadi daya tariknya.
Perkembangan kejiwaan anak usia siaga perlu dihadapi dengan mengenal dan memahami sifat-sifat dan karakteristiknya, antara lain:
1. yang positif
a suka bermain, bergerak dan bekerja
b suka meniru, senang mengkhayal
c suka menyanyi, gemar mendengar cerita
d suka bertanya, ingin tahu, ingin mencoba
e suka pamer, suka disanjung, senang kejutan
f spontan, lugu, polos, mudah kagum dan suka humor
g bersenda gurau, gemar berlomba dan bersaing
h gemar membanding-bandingkan
i selalu mencari hal-hal yang baru, cepat bosan dan lain-lain
2. yang negatif
a labil, emosional, egois
b manja, mudah putus asa
c sensitif, rawan, mudah kecewa
d kurang perhitungan, tidak mau mengalah
e kurang peduli kebersihan jasmaninya
f masih malu-malu, memerlukan perlindungan dan lain-lain
Bermain adalah dunia anak-anak seusia pramuka siaga, bermain sebagai proses pendidikan, merupakan alat utama pembinaan pramuka siaga dimana mereka dengan riang dan gembira penuh semangat dan penuh kebebasan, giat melibatkan diri dalam kegiatan permainan. Giat bermain berarti giat dalam proses pendidikan.
Pramuka siaga merupakan peserta didik golongan pertama dalam gerakan pramuka sebagai bibit awal yang kelak diharapkan bertunas dan berkembang dengan baik melalui kepramukaan. Dengan demikian usia siaga merupakan pembentukan sebagai modal dasar yang ditujukan pada prilaku yang diharapkan, dari itu semua maka pola yang sebaiknya dikembangkan adalah pemberian adab “adibuhum” atau peraturan (regulasi). Karena dalam usia Siaga inilah saatnya untuk mengembangkan kecerdasan sosial anak. Dari pola ini setidaknya pembina ataupun pendidik benar-benar memberikan suri tauladan yang baik dengan perilaku yang memang pantas ditiru dan penuh santun.
Dari uraian diatas, maka sangat pentinglah bagi setiap pembina siaga untuk lebih mengetahui dunia permainan dan imajinasi mereka yang mana itu semua merupakan sebuah problematika yang komplek, dan akan sulit dihadapi bagi setiap pembina siaga jika kurang mengetahui dunia mereka. Dari itu semua pembina siaga juga akan selalu dituntut dari segi kreatifitas dalam memberikan permainan yang edukatif, inovatif dan penuh makna serta mendukung pada perkembangan anak yang lebih positif.
Akan muncul pertanyaan mengapa permainan dipilih menjadi salahsatu metode dalam pendidikan kepramukaan?
Prof. Dr. N. Drijarkara SJ (1963:69) menjawabnya: “pertama karena permainan itu permulaan kebudayaan; kedua karena permainan mempunyai peranan penting dalam pendidikan.”
As’adi Muhammad (2010: 132-134) menguraikan manfaat bermain. Permainan bagi anak adalah suatu aktifitas yang sangat disukai, dan memberikan dukungan yang sangat baik dalam menerima pelajaran/ latihan. Melalui permainan anak akan mengalami rasa bahagia. Melalui perasaan suka cita, saraf/neuron di otak anak saling berkoneksi secara cepat guna membentuk suatu memori baru. Itulah yang membuat anak mudah belajar sesuatu melalui permainan. Aktivitas bermain akan membuatnya mendapatkan informasi tentang dunia sekitarnya dan mengenal jati dirinya. Kegiatan bermain merupakan bagian penting dalam proses tumbuh kembang di berbagai bidang kehidupannya, seperti fisik, intelektual, emosi dan sosial.
Dengan bermain, anak akan mengasah kekuatan dan ketrampilan fisiknnya, seperti mengembangkan kepekaan pengindraan, menguasai ketrampilan motorik kasar dan halus, serta menyalurkan energi fisik yang terpendam.
Bermain juga membantu anak dalam memahami dunia sekitarnya. Ia dapat menyelidiki dan menemukan sesuatu, menguji teorinya, mencoba hubungan sebab akibat, dan belajar tentang banyak hal. Melalui pengalaman dan penghayatan anak saat bermain, ia juga akan memperoleh informasi sehingga pengetahuan dan pemahamannya menjadi lebih kaya dan mendalam
Melalui kegiatan bermain anak bisa menumpahkan seluruh perasaannya, seperti marah, takut, sedih, cemas, maupun gembiara. Dengan demikian bermain dapat dapat menjadi sarana yang baik bagi pelampiasan emosi sekaligus sekaligus relaksasi.
Bermain juga dapat memberi kesempatan kepada anak untuk merasa berkompeten dan percaya diri. Dalam bermain anak dapat berfantasi sehingga memungkinkan untuk menyalurkan berbagai keingfinannya yang tidak mampu direalisasikan dalam kehidupan nyata, atau mentralisir berbagai emosi negatif yang ada pada dirinya, seperti rasa takut, marah dan cemas.
Dengan bermain anak dapat mengembangkan sikap sosial, belajar berkomunikasi, belajar berorganisasi, belajar menghargai orang lain, belajar mencapai keharmonisan dan kompromi dengan orang lain. Anak juga akan tumbuh menjadi orang dewasa yang utuh, sehat jiwa dan bahagia. Tanpa unsur bermain yang menyenangkan dan bergerak, ia akan tumbuh menjadi orang dewasa yang kurang tegas, stres, dan neurotik.
Walau demikian tidak semua permainan mempunyai fungsi-fungsi tersebut. Ada banyak permainan yang ternyata tidak baik bagi anak sehingga dapat memundurkan kekuatan atau fungsi-fungsi otaknya. Apalagi di Indonesia yang tingkat permainan anak sangat rendah. Oleh karena itu Pembina harus bisa memberikan permainan yang baik bagi anak-anak Siaga. Permainan yang mesti dipilih adalah permainan yang mempunyai nilai seimbang dengan belajar.
Sesungguhnya yang lebih penting, permainan bagi anak dapat menyeimbangkan otak kanan dan otak kiri. “Permainan yang positif tidak hanya menjadi sesuatu yang membuat rileks, namun mampu mengembangkan kecerdasan otak kanan dan otak kiri dengan pertumbuhan yang sangat tinggi.” (As’adi Muhammad, 2010 : 135)
Otak terbagi dua belahan kanan dan kiri. Setiap belahan otak cenderung menjalankan fungsi yang berbeda. Meskipun demikian, dalam kondisi bermain, aktivitas kedua belahan otak tersebut saling bersinkronisasi untuk menyeimbangkan diri.
Permainan dalam komputer juga mengandung dampak positif. Menurut penelitian Russoniello bahwa game sederhana dalam komputer bisa mengurangi stres, mengembalikan mood para pemainnya, serta menyeimbangkan otak kiri dan kanan pada lapisan otak luar bagian depan. Pada para peserta penelitiandidapati suatu peningkatan dalam aktivitas elektrik otak sekaligus penurunan detak jantung.
Game yang ringan, yang tepat, dapat menguntungkan pikiran maupun tubuh. Hasil penelitian, penggemar video game memiliki visi yang lebih tajam dan kemampuan untuk mengubah tugas-tugas mental lebih cepat dibandingkan dengan orang yang tidak suka game. Yang perlu dicatat, bahwa permainan harus memunculkan keadaan rileks. Kondisi rileks akan membuat koneksi kedua belahan otak cepat berlangsung. Saat logika proses mengalami kemandekan, maka relaksasi dari sebuah kerja serius pun diperlukan. Ide dan inspirasi yang memunculkan penemuan-penemuan hebat seperti oleh Einstein dan Newton terjadi di saat rileks. Insight justru sering terjadi pada saat tidak sedang konsentrasi serius (As’adi Muhammad, 2010: 135 – 137)
Permainan adalah gejala umum dalam kehidupan manusia. Hal itu nampak dalam sejarah dan kehidupan sehari-hari. Dengan bermain jiwa manusia menjadi bangkit, bahwa “unsur permainan dalam hidup kita merupakan syarat kebudayaan, karena dengan dan dalam unsur itu manusia mangalami diri sebagai totalitas dan bebas, hal mana adalah syarat timbulnya kebudayaan.” (Drijarkara, 1969 : 69)
Dalam masyarakat kita ada banyak macam-macam permainan. Jika terang bulan, anak-anak di pedesaan (dahulu) berkumpul dan bermain sampai larut malam. Tetapi lepas dari jaman dahulu sekarangpun kita masih melihat banyak permainan seperti macam-macam permainan dengan bola, kartu, dan lain-lain alat. Manusia tidak hanya bermain dengan gerak badan tetapi juga dengan kata-kata (pantun), dengan logika (dagelan atau lawak kerap kali melihatkan kelucuan karena tak ada logika). Orang juga bermain dengan senyuman, dengan mata, dengan fantasi, tetapi main mata dan main TST bukanlah permainan.
Lalu apa problemnya? Di mana letak inti dan arti permainan? Prof. Dr. N Drijarkara SJ (1969: 70) menjawab “inti dan arti permainan ialah (penikmatan) kebebasan karena dan dalam pembebasan”. Dalam permainan (selama tidak dirusak) manusia (anak) tidak menghendaki suatu pamrih, tidak menghendaki sesuatu di luar kesibukannya. Di situ anak menghendaki aktivitasnya itu sendiri. Itulah yang membahagiakan. Lihatlah anak yang berlari-lari dalam hujan. Di situ anak senang dengan aktivitasnya itu. Manusia itu tidak dengan sendirinya bebas dari pamrih. Dia harus membebaskan diri. Maka dikatakan permainan itu pembebasan, artinya pembebasan dari pamrih, dari suatu tujuan di luar aktivitas itu sendiri. Hasilnya ialah kebebasan. Dalam permainan yang murni, manusia bebas, merdeka.
Selama manusia bebas (karena membebaskan diri) maka dalam permainan manusia menemukan dirinya dengan cara yang sewajarnya, artinya yang diperlukan bagi manusia dan sesuai dengan kodratnya. Dalam bermain manusia mengalami diri secara utuh, integral, total, tidak terpecah- pecah. Dia menjadi diri sendiri. Permainan akan membantu manusia (Siaga) dalam mencari dan melaksanakan lain-lain nilai, asal sudah bernilai sebagai permainan. Pedomannya:
“Bermainlah dalam permainan,
tetapi jangan main-main!
Mainlah dengan sungguh-sungguh,
tetapi permainan jangan dipersungguh.
Kesungguhan permainan,
terletak dalam ketidak-sungguhannya,
sehingga permainan yang dipersungguh,
tidaklah sungguh lagi.
Mainlah dengan eros,
tetapi jangan mau dipermainkan eros.
Mainlah dengan agon,
tetapi janganlah mau dipermainkan agon.
Barang siapa mempermainkan permainan,
akan menjadi permainan permainan.
Bermainlah untuk bahagia,
tetapi janganlah mempermainkan bahagia.” (Drijarkara SJ, 1969:73)
B. Profesionalitas Pembina
1. Pengertian
Sebelum membahas tentang profesionalias Pembina penulis memandang perlu menyampaikan pengertian istilah-istilah Pramuka Kepramukaan, Pendidikan Kepramukaan, Gerakan Pramuka, karena masih banyak yang rancu memahami istilah-istilah tersebut. Demikian juga pengertian profesi, profesional, profesionalitas, profesionalisme, profesionalisasi, Pembina Profesional dan profesionalitas Pembina.
Pramuka merupakan sebutan bagi anggota Gerakan Pramuka yang berusia antara 7-25 tahun dan berkedudukan sebagai peserta didik, yaitu sebagai Pramuka Siaga, Penggalang, Penegak dan Pandega. Disamping itu, kata Pramuka juga dapat diartikan sebagai Praja Muda Karana, yaitu rakyat muda yang suka berkarya.
Sedangkan pengertian Pendidikan Kepramukaan adalah seperti apa yang dikatakan oleh Lord Robert Baden Powell, selaku Bapak Pramuka sedunia, dalam bukunya “B-P’S Out Look”, yang dijelaskan bahwa :
“Scouting is not a science to be solemnly studied, nor is it a collection of doctrine and texts.
No! It is a jolly game in the out of doors, where boy-men and boy can go adventuring together as leader and younger brothers picking up health and happiness, handicraft and helpfulness.”
(Kepramukaan bukanlah suatu ilmu yang harus dipelajari secara tekun, bukan pula merupakan suatu kumpulan dari ajaran-ajaran dan naskah-naskah buku. Bukan! Kepramukaan adalah suatu permainan yang menyenangkan di alam terbuka, tempat orang dewasa dan anak-anak pergi bersama-sama, mengadakan pengembaraan seperti kakak beradik, membina kesehatan dan kebahagiaan, ketrampilan dan kesediaan memberi pertolongan).
Dari pengertian di atas, dapat diambil suatu pemahaman, bahwa pendidikan kepramukaan merupakan suatu proses pendidikan yang dilaksanakan diluar lingkungan sekolah dan keluarga dalam bentuk kegiatan yang menarik, menyenangkan, sehat, teratur, terarah dan praktis yang dilakukan di alam terbuka dengan berpedoman pada prinsip dasar kepramukaan dan metode kepramukaan yang sasaran akhirnya adalah pembentukan watak peserta didik.
Setelah kita mengetahui apa itu Pramuka dan Pendidikan Kepramukaan, maka selanjutnya marilah kita pahami apa itu sebenarnya Gerakan Pramuka. Gerakan Pramuka adalah “nama organisasi yang merupakan wadah proses pendidikan kepramukaan yang dilaksanakan di Indonesia”.
Gerakan Pramuka ini didirikan untuk waktu yang tidak ditentukan dan ditetapkan dengan keputusan Presiden RI, nomor 238 tahun 1961, tepatnya tanggal 20 Mei 1961, sebagai kelanjutan dan pembaharuan Gerakan Kepanduan Indonesia. Dalam ketetapan Keputusan Presiden tersebut, ditegaskan bahwa:
“Gerakan Pramuka merupakan satu-satunya badan di wilayah RI yang diperbolehkan menyelenggarakan pendidikan Kepanduan bagi anak-anak dan pemuda-pemuda Indonesia. Organisasi-organisasi lain yang menyerupai dan yang sama sifatnya dengan Gerakan Pramuka dilarang adanya.”
Jadi, dari uraian diatas dapat diambil suatu kesimpulan, bahwa Gerakan Pramuka adalah suatu wadah atau tempat dilaksanakannya proses Pendidikan Kepramukaan bagi anak-anak dan pemuda di bawah tanggung jawab orang dewasa yang dilakukan di luar lingkungan sekolah dan lingkungan keluarga dalam bentuk kegiatan yang menantang dan menarik minat kaum muda yang disesuaikan dengan usia, perkembangan jasmani dan rohani, serta jenis kelamin peserta didik, yang dilakukan di alam terbuka dengan berpedoman pada Prinsip Dasar Kepramukaan dan Metode Kepramukaan sebagai ciri khas yang membedakan pendidikan kepramukaan dengan pendidikan pendidikan lainnya. Oleh karena itulah seorang Pembina haruslah profesional atau selalu meningkatkan profesionalitasnya.
Perlu kami tegaskan bahwa pengertian Pembina profesional di sini yang kami maksudkan bukanlah tingkatan pembina seperti Pembina Mahir Dasar, Pembina Mahir Lanjutan, Pembina Profesional Dasar dan Pembina Profesional Lanjutan. Agar tidak menimbulkan salah pengertian mari kita kaji pengertian-pengertian berikut yang kami rumuskan dari Wikipedia dan http/en.wordpress.com.
Profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian atau keterampilan dari pelakunya.
Profesional adalah orang yang menyandang suatu jabatan atau pekerjaan yang dilakukan dengan keahlian atau keterampilan yang tinggi. Hal ini juga berpengaruh terhadap penampilan atau performance seseorang dalam melakukan pekerjaan di profesinya.
Profesionalisme merupakan komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuannya secara terus menerus.
Profesionalisasi adalah proses atau perjalanan waktu yang membuat seseorang atau kelompok orang menjadi profesional.
Profesionalitas merupakan sikap para anggota profesi yang benar-benar menguasai dan sungguh-sungguh kepada profesinya. Jadi melaksanakan pekerjaan benar-benar dengan sepenuh hati.
Pembina Profesional adalah seorang pembina yang dilatih khusus dan berpengalaman dalam suatu bidang keahlian, bekerja penuh di kwartir organisasi Gerakan Kepramukaan membantu para sukarelawan sebagai mitra kerja dalam rangka pengabdian mereka mencapai tujuan Gerakan Kepramukaan. Untuk itu Pembina Profesional memperoleh imbalan berupa gaji dan kebutuhan lain.
Setelah memahami beberapa pengertian di atas maka yang kami maksudkan dalam karya tulis ini adalah Pembina Pramuka yang benar-benar dengan sepenuh hati dan memahami tugasnya, dan selalu mau meningkatkan kemampuannya.
2. Meningkatkan Profesionalitas
Mengapa pembina Pramuka harus selalu meningkatkan profesionalitasnya?
Kalau kita masih berorientasi pada kuantitas maka selamanya kita akan mengalami masalah-masalah pembinaan, khususnya kekurangan pembina. Menjadi pembina memang harus jadi panggilan jiwa karena membina Pramuka lebih susah dari membina siswa, karena yang digarap adalah pembinaan kepribadian maka mutlak harus kenal anak binaannya satu persatu. Tidak mudah. Bimbingan dan Konseling (BK) saja bilang, membina itu itu sama dengan berseluncur di es yang tipis.
Maka tidak tepatlah memaksakan orientasi kuantitas sebagai dasar Gerakan Pramuka. Gugus depan akan kuat kalau berasal dari bawah, ditopang oleh stakeholdernya yaitu orangtua yang seharusnya berada di jajaran mabigus. Gugus depan yang datang sebagai instruksi dari atas, keharusan ada gugus depan sebagai perintah kedinasan akan menghasilkan gudep yang tidak punya akar sehingga cepat runtuh.
“Pembina Kaki Lima” memang jadi lahir sebagai konsekuensi tidak adanya yang siap membina di gugus depan yang dipaksakan harus ada di tiap sekolah. Guru yang jadi pembina cuma jadi administratur dan tidak tahu apa-apa, termasuk kekeliruan pembinaan. Perlu dicatat separo “Pembina Kaki Lima” sebenarnya tidak paham betul pembinaan Pramuka, mereka cuma menyajikan kegiatan tapi tidak membina.
Presiden RI pada 16 Agustus 2006 mencanangkan tentang revitalisasi Gerakan Pramuka untuk meningkatkan harkat dan kualitas Gerakan Pramuka. Tahun 2009 telah disyahkan AD ART Gerakan Pramuka yang baru. Tahun 2010 telah keluar Undang-undang Republik Indonesia nomor 12 tentang Gerakan Pramuka. Jadi sudah eksislah Gerakan Pramuka. Dan sekarang revitalisasi sudah sampai di mana?
Sebenarnya bukan “reVITALisasi” sampai di mana, tetapi saya lebih membaca bahwa Kwarnas dan Pemerintah sebenarnya tidak tahu benar apa “alat vitalnya” Gerakan Pramuka.
Yang orang-orang di kwartir sana paham lebih banyak cuma bagaimana caranya makin banyak duit APBN dan APBD yang mengucur ke Kwartirnya. Sejak dicanangkannya Revitalisasi Gerakan Pramuka oleh Presiden RI pada tanggal 14 Agustus 2006, sampai saat ini belum ada tanda-tanda atau petunjuk yang kongkrit tentang itu.
Buktinya banyak “alat vital” Pramuka yang tidak diperhatikan. Pembinaan sebagai “alat vital” nya Pramuka tidak disentuh, artinya :
– Software maupun hardware yang sudah usang tak juga diupgrade.
– Tidak adanya usaha untuk memberikan jaminan kualitas pembinaan kepada para user (anggota muda)
– Tidak ada upaya rebranding, agar pramuka bisa kembali dijual ke masyarakat.
– dan lain-lain.
Rektor Universitas Indonesia (UI) Prof. Dr. Gumilar Rusliwa Somantri dalam acara Seminar Sehari Mendorong Gerakan Kepanduan Melalui Percepatan Revitalisasi Gerakan Pramuka yang diselenggarakan oleh Program Studi Kajian Ketahanan Nasional Paska Sarjana UI yang bekerjasama dengan Kementrian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) di kampus UI, Salemba, Jakarta menyampaikan gagasannya:
“Ada dua hal yang perlu dipikirkan dalam merevitalisasi gerakan kepramukaan. Pertama, membangun gerakan kepramukaan yang independen dan bebas dari intervensi politik, sehingga didukung oleh pondasi yang kuat dari segi pendanaan. Kedua, cara untuk menyampaikan, metode, dan kurikulum yang baru untuk Pramuka. Cara penyampaian ini penting, supaya dalam pelaksanaannya, Pramuka tidak lagi terkesan hanya sebatas prosedural saja.”
Organisasi Pramuka saat ini kurang diminati oleh kaum muda. Bukan rahasia lagi, tak banyak siswa-siswi memilih Pramuka sebagai ekstrakurikuler-nya. Pramuka sama sekali tidak menarik minat mahasiswa-mahasiswi. Bagi mereka, Pramuka adalah organisasi jadul atau kuno. Kalau pun siswa-siswi ini memakai seragam Pramuka, itu lebih kepada kewajiban dari pihak sekolah. Menurut anggota DPR RI Komisi X dari Fraksi Partai Golkar, Dr. Ir. Hetifah Sjaifudian, MPP., Pramuka tidak mengikuti zaman. “Seharusnya Pramuka mengikuti perkembangan zaman, misalnya dengan memanfaatkan IT dan teknologi lain dalam melakukan aktivitasnya,”
Menurut Menteri Pemuda dan Olah Raga, Andi Malarangeng, ada 7 (tujuh) strategi revitalisasi Gerakan Pramuka. Pertama, memperkuat peran gugus depan dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas pembina maupun pelatih, serta bantuan peralatan di setiap Gugus Depan Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs). Kedua, meningkatkan bentuk, wahana, dan media kegiatan Kepramukaan yang menarik, penyediaan modul-modul kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan dan minat anak muda masa kini. Ketiga, rebranding Pramuka dengan meningkatkan peran komunikasi publik melalui berbagai media, yakni dengan menampilkan wajah yang lebih muda dan segar, maupun tampilan seragam Pramuka yang lebih menarik. Keempat, melibatkan orangtua murid, komunitas, masyarakat luas, tokoh-tokoh masyarakat dalam kegiatan Pramuka, terutama di Gugus Depan maupun di setiap jenjang kwartir. Kelima, memperkuat organisasi gerakan Pramuka mulai dari Kwarnas, Kwarda, sampai Kwaran (Kwartir Ranting). Keenam, menata dan mengoptimalkan penggunaan aset, fasilitas, sarana, dan prasarana yang dimiliki oleh Gerakan Pramuka. Ketujuh, meningkatkan koordinasi dan sinergi, lintas pemangku kepentingan di pusat maupun di daerah.
“Perbaikan Pramuka ke depan tidak sekedar memperbaiki sarana dan prasarana bagi Pramuka, akan tetapi yang paling penting adalah melakukan upaya revitalisasi Pramuka, yaitu bagaimana Gudep mempunyai aktivitas, modul-modul, membuat Pramuka menjadi diminati anak muda. Bagaimana melibatkan orang tua dalam pramuka termasuk anak-anak muda berbasis komunitas untuk aktif di dalam Pramuka,” jelas Menpora.
Kembali kepada masalah profesionalitas Pembina. Kalau kita mengadopsi pengertian Guru Profesional, bahwa guru yang profesional itu adalah orang yang memiliki keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga mampu melaksanakan tugas-tugasnya dengan maksimal atau dengan kata lain guru profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik serta memiliki pengalaman yang kaya dibidangnya, maka Pembina yang mempunyai profesionalitas tentunya akan selalu bersikap profesional, berproses gerak yang dinamis dari ketidaktahuan (ignorance) menjadi tahu, dari ketidakmatangan (immaturity) menjadi matang, dari diarahkan (other-directedness) menjadi mengarahkan diri sendiri. Peningkatan mutu Pendidikan Kepramukaan mensyaratkan adanya pembina-pembina yang memilki pengetahuan yang luas, kematangan, dan mampu menggerakkan dirinya sendiri dalam rangka meningkatkan mutu kepramukaan. Oleh karena itu perlunya dilakukan peningkatan profesionaliatas seorang Pembina baik secara formal maupun secara informal. Peningkatan secara formal merupakan peningkatan mutu melalui pendidikan dalam berbagai kursus, pelatihan yang berhubungan dengan bidang profesinya. Disamping itu, secara formal guru dapat saja meningkatkan mutu profesinya dengan mendapatkan informasi dari media massa (surat kabar, majalah, radio, televisi dan lain-lain) atau dari buku-buku yang sesuai dengan bidang profesi yang bersangkutan.
Seorang Pembina profesional bilamana memiliki kemampuan tinggi (high level of abstract) dan motivasi kerja tinggi (high level commitment) komitmen lebih luas dari concern sebab komitmen itu mencakup waktu dan usaha. Tingkat komitmen Pembina terbentang dalam satu garis kontinum, bergerak dari yang paling rendah ketempat yang paling tinggi. Pembina yang memiliki komitmen rendah biasanya kurang memberikan perhatian kepada anak didiknya (di sini Pramuka Siaga), demikian pula waktu dan tenaga yang dikeluarkan untuk meningkatkan mutu pendidikan pun sedikit. Sebaliknya, seorang Pembina yang memiliki komitmen yang tinggi biasanya tinggi sekali perhatian terhadap anak didiknya, demikian pula waktu yang disediakan untuk peningkatan mutu Pramuka pun lebih banyak. Tingkat abstraksi-nya tinggi. Pembina yang memiliki abstraksi yang tinggi adalah Pembina yang mampu mengelola tugas, menemukan berbagai permasalahan dalam tugas, dan mampu secara mandiri memecahkannya.
Masih mengadopsi pada Guru Profesional, ada sepuluh kompetensi profesional guru yang dikutip Samana (1994). Maka kami simpulkan ada sepuluh pula profesionalitas Pembina:
1. Pembina dituntut menguasai materi pelatihan dan pembinaan.
2. Pembina mampu mengelola program latihan/pembinaan meliputi: merumuskan tujuan; mengenal dan dapat menggunakan metode latihan; memilih dan menyusun prosedur instruksional yang tepat; melaksanakan program latihan dan pembinaan; mengenal kemampuan anak didik (Siaga); dan merencanakan dan melaksanakan latihan/pembinaan.
3. Pembina mampu mengelola gudep/perindukan antara lain menciptakan iklim mengajar yang serasi sehingga proses latihan dan pembinaan berlangsung secara maksimal.
4. Pembina mampu mengunakan media dan sumber pelatihan/pembinaan, untuk itu diharapkan mampu: mengenal, memilih dan menggunakan media; membuat alat bantu latihan sederhana; mengembangkan alat atau sarana latihan yang ada; menggunakan perpustakaan dalam menambah wawasan dan pengetahuan pembina sendiri maupun anak didik.
5. Pembina menghargai landasan-landasan Kepramukaan.
6. Pembina mampu mengelola interaksi latihan dan pembinaan.
7. Pembina mampu menilai prestasi peserta didiknya untuk kepentingan pembinaan.
8. Pembina mengenal fungsi serta program pelayanan bimbingan dan konseling.
9. Pembina mengenal dan menyelenggarakan administrasi Gudep.
10. Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan, guna keperluan latihan/pembinaan
Jadi seorang Pembina yang profesional harus mempunyai empat gugus kemampuan yaitu: (a) merencanakan program latihan/pembinaan, (b) melaksanakan dan memimpin proses latihan/pembinaan, (c) menilai kemajuan proses latihan/pembinaan dan (d) memanfaatkan hasil penilaian kemajuan latihan/pembinaan dan informasi lainnya dalam penyempurnaan proses latihan/pembinaan. Jadi dapatlah disamakan dengan kompetensi guru meliputi: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang paling tidak diperoleh melalui kursus-kursus maupun autodidak.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari Bab III Pembahasan dapat kami simpulkan bahwa untuk keberhasilan Pembinaan Siaga di Gudep SD Negeri 2 Borokulon khususnya dan dapat diterapkan juga secara umum perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
A. Kesimpulan:
Untuk meningkatkan pembinaan Pramuka khususnya Siaga
1. Perlu menerapkan metode permainan yang inovativ dan kreatif.
2. Pembina selalu meningkatkan profesionalitasnya
3. Mengikuti perkembangan dan kemajuan jaman
4. Melibatkan stake holder
B. Saran:
1. Anak Didik:
a Perlu diperhatikan ciri-ciri anak usia siaga dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
b Perlu dikenal dasar kodrati dan didaktis, pertumbuhan dan perkembangannya dalam rangka membantu anak memperoleh perkembangan sumber daya manusia yang optimal.
c Perkembangan kejiwaan anak usia siaga perlu dihayati dengan mengenal dan memahami sifat, karakternya baik yang positif maupun yang negatif.
d Permainan dan imajinasi adalah dunia anak-anak. Oleh karena itu permainan yang kreatif dan edukatif merupakan salah satu metode pembinaan Siaga yang harus diperhatikan.
2. Pembina:
a Pembina Siaga selalu dituntut dari segi kreatifitas dalam memberikan permainan yang edukatif, inovatif dan penuh makna serta mendukung pada perkembangan anak yang lebih positif.
b Pembina Siaga harus selalu meningkatkan profesionalitasnya sehinga benar-benar menjadi seorang pembina yang profesional jika ingin berhasil.
c Pramuka hendaknya selalu dapat mengikuti perkembangan zaman, misalnya dengan memanfaatkan IT dan teknologi lain dalam melakukan aktivitasnya.
d Perbaikan Pramuka ke depan tidak sekedar memperbaiki sarana dan prasarana bagi Pramuka, akan tetapi yang paling penting adalah melakukan upaya revitalisasi Pramuka, yaitu bagaimana Gudep mempunyai aktivitas, modul-modul, membuat Pramuka menjadi diminati anak muda. Bagaimana melibatkan orang tua dalam pramuka termasuk anak-anak muda berbasis komunitas untuk aktif di dalam Pramuka
3. Umum
a Ada keterlibatan secara aktif dari orangtua murid, komunitas, masyarakat luas, tokoh-tokoh masyarakat dalam kegiatan Pramuka, terutama di Gugus Depan maupun di setiap jenjang kwartir.
b Organisasi Gerakan Pramuka diperkuat mulai dari Kwarnas, Kwarda, sampai Kwaran Gerakan Pramuka.
c Koordinasi dan sinergi, lintas pemangku kepentingan di pusat maupun di daerah diperkuat.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
AD/ART Gerakan Pramuka tahun 2009. http://www.tunas63.wordpress.com.
As’adi Muhammad. 2010. Bila Otak Kanan dan Otak Kiri Seimbang. Yogyakarta: Diva Press
Daryanto. 1997. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Drijarkara N. SJ. 1969. Filsafat Manusia, Yogyakarta: Penerbit Yayasan Kanisius.
Gerakan Pramuka Perekat Persatuan. http://jokomursitho.multiply.com.
Hakikat Kepramukaan. http://chanthuque.blogspot.com.
Kepramukaan. http://www.pramukanet.org
Kiasan Dasar Gerakan Pramuka. http://jokomursitho.multiply.com.
Kwartir Nasional Gerakan Pramuka. 1983. Buku Pedoman Kursus Pembina Pramuka Mahir Tingkat Dasar. Jakarta: Penerbit Kwartir Nasional
Pembina. http://www.id.wikipedia.or.id.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Pembinaan Kesiswaan. http://www.fbsmapa.co.cc.
Problematika Membina Dunia Siaga. http://1.bp.blogspot.com.
Profesi, profesional, profesionalisme, profesinalisasi dan profesionalitas. http://en.wordpress.com.
Profesi, profesional, profesionalisme, profesinalisasi dan profesionalitas. http://www.id.wikipedia.or.id.
Profesionalisme Guru. http://www.masbied.com.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tingkat Nasional (Pusdiklatnas) Candradimuka. 2008. Panduan KML Tingkat Siaga
Revitalisasi gerakan pramuka. http://www.kompasiana.com.
Setnet. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Gerakan Pramuka. http://www.scribd.com.
Sistim Pendidikan Nasional Dan Gerakan Pramuka. http://subair3.wordpress.com
Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alpabeta
Telaah Kondisi Internal Gerakan Pramuka. http://jokomursitho.multiply.com.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. http://www.pramukanet.org